Selasa, 22 Juni 2010

Dunia Mahasiswa

Akan kah aku bisa menjadi MAHASISWA seperti mereka generasi 66 dan 98???
itulah sebuah pertanyaan besar selama ini,selama aku telah menjalani kuliah selama 3 tahun,aku belum pernah merasakan sebuah kedahsyatan pemikiran-pemikiran jenius dari para mahasiswa terutama pada angkatan ku...
pemikiran dimana Mahasiwa bisa merubah segalanya,merubah yang tidak lazim,dan dapat menjadikan sebuah era keemasan lahir kembali,tidak hanya memikirkan diri sendiri,serta dimana idealis mahasiswa sangat diagung-agungkan. Tapi semuanya itu di era yang demikian ini.Aku merasa semuanya itu mulai luntur kemudian akan hilang entah kemana.
semuanya itu disebabkan oleh hal-hal yang mendasar yang secara tidak langsung sangat memberikan pengaruh yang sangat besar.
kami selalu disibukkan dengan sebuah regulasi kampus yang entah sampai kapan akan terlihat indah mahasiswa, dan oleh tugas-tugas yang tiada henti menguras segalanya,membuat kami tidak tahu harus bagaimana dengan kehidupan sosial kami nanti jika lulus dari kampus itu...
belum lagi dilema di keluarga kami masing-masing mahasiswa, yang banyak menuntun untuk menjadi yang terbaik di akademis tentunya.
ah.....apa yang bisa diperbuat untuk saat ini???
haruskah mementingkan Akademis yang menjadi tuntutan bagi mahasiswa,,yang sudah tidak memperdulikan lagi kehidupan sosial di luar kampus...asal bisa lulus dengan nilai terbaik dan bekerja di perusahaan internasional dengan gaji dollar...terdengar indah memang.tapi itu kurang nyaman bagi ku
atau idealis mahasiswa yang dulu sungguh di agung-agungkan,dengan banyak mengikuti organisasi dikampus tapi akademis perlahan mulai terlupakan.yang katanya ini merupakan contoh kehidupan sosial nantinya...
"...sebuah problematika kehidupan mahasiswa masa kini...."

Minggu, 20 Juni 2010

Singkong dan Kelapa Sawit sebagai Energi Alternatif

Menteri Negara Riset dan Teknologi Kusmayanto Kadiman (2005)menegaskan, kemajuan teknologi kini mampu mengubah singkong dan kelapa sawit menjadi energi alternatif dalam mengatasi krisis bahan bakar minyak (BBM).

“Singkong dapat diolah menjadi bioetanol dan kelapa sawit menjadi biodiesel yang bisa dimanfaatkan dengan mencampur sepuluh persen dari keempat jenis BBM,” kata Kusmayanto Kadiman kepada wartawan di Sanur, Bali, Rabu (13/7/2005).

Sebelum membuka Pertemuan Forum Kelautan Indonesia (The Indonesia Ocean Forum 2005 and the 13th PAMS/JECSS Workshop), ia mengemukakan, pencampuran 10 persen BBM dengan bioetanol dan biodiesel sangat dimungkinkan, sesuai ketentuan yang ditetapkan internasional.



“Jika 10 persen bahan pencampuran BBM itu dapat diproduksi Indonesia, akan sangat membantu dalam menghemat penggunaan BBM,” ungkapnya.

Indonesia dalam penyusunan APBN 2005 mengalokasikan dana untuk subsidi BBM sebesar Rp 90 triliun, dengan perhitungan harga minyak di pasaran dunia 35 dollar AS per-barel.

Namun, kondisi sekarang harga minyak di pasaran dunia mencapai 60 dollar AS per-barel, sehingga akan sangat mempengaruhi subsidi keuangan negara.

Oleh sebab itu, beberapa alternatif untuk menghemat penggunaan BBM telah ditawarkan, termasuk diantaranya teknologi pengolahan singkong dan kelapa sawit.

Menristek menilai, penerapan teknologi pengolahan hasil perkebunan harus didukung oleh kebijakan pemerintah, agar kalangan swasta dan investor tertarik menerapkan teknologi tersebut.

Penerapan teknologi pengolahan singkong dan kelapa sawit sebagai bahan pencampur BBM tidak mungkin dilakukan oleh pemerintah, ujarnya, yang mengaku telah membicarakan kemungkinan menerapkan teknologi tersebut dalam rapat kabinet.

Teknologi pengolahan singkong menjadi bioetanol sebenarnya sudah diterapkan di Lampung, namun kapasitasnya masih sangat terbatas. “Produk bioetanol sebagai bahan pencampur BBM telah saya terapkan pada mobil dinas dan 30 bus karyawan, tidak ada masalah,” ujar Menristek.

Jika kedua jenis bahan pencampur BBM itu dapat diproduksi, akan mampu menghemat sedikitnya Rp 9 triliun subsidi BBM dalam setahun, demikian Kusmayanto. (Ant/wsn)

Sumber : KCM

Energi Alternatif,Mungkin Kah?

fenomena sekarang...banyak masyarakat pada umum berpikiran sederhana,"....Indonesia kan ladang minyak kenapa indonesia harga BBM nya mahal ya..."
kita ketahui semua kalangan masyarakat sangat membutuhkan energi yang satu ini...energi fosil,energi yang sangat diburu oleh semua negara....
Dan kenapa Indonesia belum bisa memaksimalkan energi yang ada indonesia.kita ketahui produksi minyak setiap tahun mulai menurun...sedangkan gas melimpah ruah di indonesia...
kemudian para putra-putri indonesia memulai meneliti untuk membuat bahan bakar yang dapat di perbaharui.
wacana itu mencul dengan seiring meningkatnya konsumsi bahan bakar untuk keperluan sehari-hari sedangkan produksi bahan -bakar tersebut mulai menurun setiap tahunnya.maka terdapat sebuah wacana energi alternatif dari singkong....
Apakah mungkin singkong bisa di jadikan energi alternatif buat mengurangi produksi energi fosil....???
"...kita tunggu berita selanjutnya,semoga itu bisa diwujudkan..."

Sejarah Perminyakan Indonesia

Kolonel Drake
Sejarah industri minyak modern tidak bisa lepas dari nama Edwin Laurentine Drake (1819-1880) yang dikenal juga sebagai Colonel Drake. mBah Drake ini didaulat juga sebagai “Bapak” industri perminyakan modern, karena pada tanggal 27 Agustus 1859 untuk pertama kalinya melakukan pengeboran minyak secara komersil di Titusville, Pennsylvania, Amrik sana. Pada hari itu mata bor mBah Drake menyentuh lapisan minyak pada kedalaman 60,5 kaki (± 21 meter). Meskipun jika kita merujuk pada bukunya Ida Tarbellpada tahun 1904 dalam bukunya “The History of Standard Oil” menyebutkan bahwa sumur minyak yang dibuatnya bukan merupakan idenya mBah Drake, tapi ide dari pekerjanya yaitu George Bissell.
Jauh sebelum mBah Drake memulai manték bumi untuk ngebor minyak, minyak bumi sudah diketahui dan digunakan sebagai alat perang pasukan Alexander Yang Agung (356 SM - 323 SM) untuk digunakan pada anak panah berapi dan katapel besar yang menggunakan bola peluru berapi. Di Indonesia sendiri konon minyak telah digunakan juga sebagai alat perang oleh armada kapal pasukan Kerajaan Sriwijaya, meskipun saya sendiri belum pernah melihat atau membaca data otentik tersebut.

Awal Kegiatan Perminyakan di Indonesia
Sejarah industri perminyakan modern di Indonesia sendiri diawali pada tahun 1870 oleh P. Vandijk, seorang engineer Belanda di daerah Purwodadi - Jawa Tengah, tepatnya di desa Ngamba, melalui pengamatan rembesan-rembesan minyak di permukaan tanah. Di desa Ngamba tersebut mBah Vandijk mendapatkan rembesan air asin yang mengandung minyak. Tapi karena terjadi gempa di Yogyakarta pada tahun 1867 hampir semua rembesan tersebut tertutup dan tidak mengeluarkan rembesan minyak lagi. Yang tertinggal hanya air asin yang berbau minyak.
Pada bulan November 1895 perusahaan Mac Neill & Co. di Semarang mendapat konsesi di daerah tersebut selama 15 tahun. Kemudian pada bulan April 1896 dirubah menjadi 75 tahun, dan daerahnya meliputi Klantung Sejomerto.
Beberapa orang Cina yang memiliki tanah di daerah tersebut ikut mengajukan konsesi dan dikabulkan dengan Surat Keputusan Gubernur Jendral Hidia Belanda No. 11 tanggal 11 Juli 1894. Tapi karena ga mampu ngelola akhirnya haknya dipindahkan kepada Perseroan Terbatas yang bernama Java Petroleum Maatschappijyang ngantor di Amsterdam.

SIKLUS HIDROLOGI

Siklus Hidrologi

Membahas air tidak bisa lepas dari siklus hidrologi (Gambar 1) yang secara singkat dapat dijelaskan sebagai: “… karena panas matahari, maka terjadi penguapan, uap air pada kondisi tertentu berubah menjadi awan, jika kondisi memungkinkan awan berubah menjadi hujan, air yang jatuh ke bumi mengalir sebagai air permukaan, air tanah dan sebagian menguap kembali …”

Karena siklus hidrologi ini mengikuti hukum keseimbangan massa: dari hujan yang volumenya tertentu maka besarnya air yang mengalir di permukaan tergantung dari besarnya air yang meresap kedalam tanah, demikian pula sebaliknya. Kecepatan gerak aliran air di dua kondisi ini sangat jauh berbeda,
v = 0,5-1,5 m/detik untuk aliran permukaan, dan v = 0,0002-450 m/hari untuk aliran air tanah. Oleh karena itu semakin besar air hujan yang masuk kedalam tanah, maka secara relatif semakin baik, karena hal ini berarti semakin banyak tabungan air yang kita punya, dan lagi pula air tanah akan keluar lagi ke permukaan secara perlahan.

Gambar 1. Siklus Hidrologi

Selasa, 15 Juni 2010

GLOBAL WARMING

Global warming is one of the most serious challenges facing us today. To protect the health and economic well-being of current and future generations, we must reduce our emissions of heat-trapping gases by using the technology, know-how, and practical solutions already at our disposal.

Tropical deforestation is the largest source of emissions for many developing countries, but slowing deforestation can't solve the climate problem by itself. As forest-rich developing countries step up to take responsibility for reducing their emissions, all industrialized nations should not only support their efforts but, most importantly, reduce their own emissions and lead efforts to avert dangerous climate change.

For years we have heard so much about the causes of climate change, that we’ve missed the fact that there are simple, practical solutions that can slow this growing problem. Technologies exist today that can cut emissions of heat-trapping gases and make a real difference in the health of our planet. And these solutions will be good for our economy, reduce our dependence on foreign oil, and enhance our energy security.
Global warming doesn’t just mean balmy February days in northern climes. It also means increasingly hot days in the summer, and a host of negative impacts that are already under way and are expected to intensify in the
coming decades.
-More heat waves will likely increase the risk of heat-related illnesses and deaths.

-Cities and towns along the nation's major rivers will experience more severe and frequent flooding.

-Some areas will likely experience more extensive and prolonged droughts.

-Some of our favorite coastal and low-lying vacation areas, such as parts of the Florida Keys and Cape Cod, will be much less appealing as sea levels rise, dunes erode, and the areas become more vulnerable to coastal storms.

-Many families and businesses, who have made their living from fishing, farming, and tourism could lose their livelihoods, and others who love hunting, boating, skiing, birdwatching, and just relaxing near lakes, streams, and wetlands will see some of their favorite places irretrievably changed.

The solutions to climate change are here and it's time we put them to use. If we get started today we can tackle this problem and decrease the unpleasant outcomes that await us if we do nothing. The steps we need to take are common sense. And, more often than not, they will save consumers money. The cost of inaction, however, is unacceptably high.

The scientific consensus is in. Our planet is warming, and we are helping make it happen by adding more heat-trapping gases, primarily carbon dioxide (CO2), to the atmosphere. The burning of fossil fuel (oil, coal, and natural gas) alone accounts for about 75 percent of annual CO2 emissions from human activities. Deforestation—the cutting and burning of forests that trap and store carbon—accounts for about another 20 percent.

Procrastination is not an option. Scientists agree that if we wait 10, 20, or 50 years, the problem will be much more difficult to address and the consequences for us will be that much more serious.

We're treating our atmosphere like we once did our rivers. We used to dump waste thoughtlessly into our waterways, believing that they were infinite in their capacity to hold rubbish. But when entire fisheries were poisoned and rivers began to catch fire, we realized what a horrible mistake that was.

Our atmosphere has limits too. CO2 remains in the atmosphere for about 100 years. The longer we keep polluting, the longer it will take to recover and the more irreversible damage will be done.

Fuel-efficient vehicles. Renewable energy. Protecting threatened forests. These common sense solutions won't only reduce global warming, many will save us money and create new business opportunities.

Best of all, these solutions exist now. We just need to insist that business and government take the necessary steps to make them available and affordable. Then we have to let consumers know what to do and provide incentives to help all of us make better choices.

The following five sensible steps are available today and can have an enormous impact on the problem CO2 remains in the atmosphere for about 100 years.

Sabtu, 12 Juni 2010

persembahan terakhir saat ku mulai layu

Kumulai perjalanan itu dengan menengadah, memohon perlindungan dan kejelian atas keindahan alam yang akan di sajikan sebentar lagi. Sebuah perjalanan yang sangat biasa bagi orang di sana. Tapi teramat sangat istimewa bagi diri kolotku ini, sebuah perjalanan imajinasi. Pemunculan kembali sebuah naluri proporsional yang sangat signifikan bagi masa depanku. Naluri yang akan membawaku menjelajahi keindahan sains dan kesastraan sebuah karya ilmiah. Naluri ini adalah insting yang akan kembali menggugahku dalam menentukan sebuah pilihan secara matematis, logic dan akurat.
Kulangkahkan kaki, diiringi semilir ilalang yang tertiup angin pagi itu aku mulai membuka tameng-tameng yang telah mengeraskan pikiranku selama ini dengan hati yang memandang tajam setiap pepohonan yang bergerak kesana kemari. Menapaki langkah demi langkah jalan setapak yang mulai tampak rimbun, lebih rimbun dibanding saat pertama kali aku melewatinya dulu. Dulu, tujuanku kesini adalah mengembangkan pemikiran ku yang masih hijau, membentuk pola pikir yang obyektif. Tapi semua itu perlahan telah pupus. Makanya, aku mulai mengumpulkan kembali ceceran-ceceran yang telah terberai itu. Sayatan rumput duri, goresan batu kali tak terasa sedikitpun, seluruh tubuhku seolah hanya ada pada pandanganku yang sekarang sedang melihat takjub pada originalitas ciptaan sang Maha…,
Wanginya alam ini takkan pernah kalian temukan di kotamu, alunan music alam ini takkan pernah kalian temukan di panggung manapun. Fantastic…
Saat kalian mendengar percikan air di ujung sana. Akan kalian ketahui bahwa di sanalah kumpulan air tengah terjun bebas menghempas sesamanya, menyusuri jalan sepanjang muara laut yang berkelok-kelok.
Ketika kau mencoba untuk menghalanginya, penatmu akan terikut, kesombonganmu akan mengkerut dan ketakutanmu akan teringsut entah kemana.
Disitulah semuanya seolah akan terasa kembali pada hakikatnya.

Saat kalian mulai berfantasi dalam imajinasi, nikmatilah kegemerlapan celah sempit di alam ini. Saat kalian bingung cara berfantasi dalam imajinasi, mulailah dari alam. “Kenapa benda bisa jatuh?”, karena seperti itulah Newton memulai. “kenapa burung bisa terbang?”, Karena seperti itulah Wright bersaudara mulai berkarya. Sesungguhnya alam ini mengandung banyak peluang, yang akan dapat kalian temukan dengan mulai berfantasi dalam imajinasi.

Senin, 07 Juni 2010

SEMNAS CBM

Pagi yang cerah tanggal 15 mei 2010.....
aku datang jauh-jauh dari kota lain 6 jam perjalanan demi menunaikan tugas sebagai panitia seminar nasional yang di adakan kampus "merah" KU.
tanggal 15 mei pagi acara sudah di mulai dengan di awali sambutan oleh ketua kampus,ketua panitia,dll...
banyak peserta yang hadir.....mulai dari mahasiswa,umum,dari para siswa pun juga ada...
mereka berbondong-bondong hadir demi mendengarkan pengarahan dari bpk rudi rubiandini (maaf klw salah tulis).....
oya....tema seminar kali ini tentang CBM (coalbedmethane)
dari seharian seminar 4 pemateri menurutku hanya pak rudi yang paling enak dicerna...dengan gaya khas banyolannya tapi beliau menjelaskan dengan hal sederhana tidak muluk-muluk....
ada satu perkataan pak rudi yang aku senang beliau berkata "jadi mahasiswa tu jangan cepet lulus paling banter nanti cuma jadi dosen"
kata-kata itu membuat para senior-senior ku yang belum bisa lulus tepat waktu pada senang...